Sabtu, 17 Januari 2015

Ramayana


Judul Buku : Ramayana

Penyusun : C. Rajagopalachari

Penerjemah : Yudhi Murtanto

Editor : AbdulAziz Sukarno

 Tata Sampul : www.eja-creative14.com

Tata Isi : A. Budi

cetakan 1,  Oktober 2008
Cetakan VI, Januari 2013

Tim Pracetak : Dwi, Antini, Sigit

Penerbit IRGi SoD

Edisi sesudah deadline laporan IRC



Sebenarnya aku menginginkan kisah 'Mahabharata' tapi saking pinginnya malah membawa pulang yang ini >0< Bilang saja kalo salah ambil! **  Bukan karena serial Mahabharata yang sedang tayang di salah satu stasiun TV swasta dan jadi tontonan favorit. Bukan! Tapi karena aku lagi butuh referensi untuk memulai target menulis novel yang mengisahkan sejarah. Ehm, lebih tepatnya yang menyesuaikan dengan sejarah. Dan kupikir, cerita Mahabharata menekuri fakta sejarah yang telah ada. Alasan lain karena setelah ditanyakan ke stan agen penerbit di pameran buku, edisi 'Mahabharata sudah ludes terjual..
Yang membedakan karya dulu dengan sekarang adalah pengajaran di setiap kisahnya, termasuk Ramayana ini. Pengajaran yang dipenuhi mitologi Hindu dan sindiran tersamar.

Kisah-Kisah Yang Mengiringi
Ada juga, sih.. keinginan melampaui pamor epik legendaris itu meski dengan belajar dalam penyampaian ceritanya saja.  Ada semacam ingin tahu mengapa kisah itu me-legenda dari masa ke masa. Bahkan menjadi beragam versi yang di Indonesia menjelma dalam kisah pewayangan.

Bahkan cerita berkembang, setiap tokoh memiliki kisah tersendiri mulai latar belakang, perjalanan, sampai akhir hayatnya dan sebab-sebab kematiannya.
Sebagai contoh cerita dari Sinta yang tidak termuat dalam versi asli ini, dalam kisah pewayangan merupakan putri Rahwana [Dasamuka] sendiri.  Dasamuka menginginkan bidadari kahyangan untuk diperistri yakni istri Bathara Wisnu, Dewi Widowati.  Karena kesaktiannya maka para Dewa memperdayainya bahwa Dewi Widowati kelak akan ditemuinya di istananya agar tidak membuat geger lagi di Kahyangan.
Wibisana, adik Rahwana yang mengetahui kelahiran titisan Dewi Widowati dari rahim permaisuri. Bagi Wibisana yang taat di jalan dharma, menikahi putri sendiri merupakan kecelakaan seluruh negeri. Menikah dengan anak kandung tidak ubahnya seperti perilaku makhluk yang paling hina yakni perilaku binatang.  Atas petunjuk Dewa mengganti bayi yang jelita tersebut dengan seorang putra 'Mega Malang'[= Awan yang melintang karena kehadiran bayi tersebut ditandai dengan awan yang melintas, putra Bathara Indra] Bayi tersebut diperlihatkan pada Rahwana, sang ayah dan diberi nama Indrajit. sedang Sinta diambil oleh para Dewi dan dititipkan pada Raja Janaka, Raja Mithila.


 
Tim Penyusun
 Setelah dibaca ulang, ternyata kisah Ramayana ini bukan anggitan sastrawan C. Rajagopalachari. Beliau hanya menyusun naskahnya dan Sri K.V.S. Raghavan yang mengetikkan. 
Dalam Pendahuluan dan Kata Pengantar, dijelaskan bahwa Bharatiya Vidya Bhavan, Lembaga Kebudayaan Indian di Bombay  yang berupaya menerbitkan Mahabharata yang disusun Sri C. Rajagopalachary. dan sukses mendapat hak istimewa untuk menerbitkan Ramayana. Kisah ini juga mendulang kejayaan dengan adanya Kata Pengantar pertama tertanggal 10 Mei 1957. Yang Kedua tertanggal 14 Oktober 1957. Ketiga tertanggal 19 Oktober 1958 di Madras.

Sastrawan C. Rajagopalachari mengambil bahan dari babad Walmiki yang berupa syair-syair, dan tak ketinggalan menyertakan versi sesudahnya yang disusun Kamban serta Tulsidaas.
Resi Walmiki pun hanya menyusun ceritanya yang telah dikenal luas oleh masyarakat India. Sama halnya dengan legenda Sangkuriang atau Rara Jonggrang di negeri nusantara kita tercinta. Di China juga ada legenda Sampek-Engtay. Ramayana merupakan babad yang dikisahkan secara turun-temurun. dari generasi ke generasi tanpa tahu pengarangnya siapa.

Kisah Pengasingan Rama
 Rama merupakan salah seorang putra raja Destarata di Ayodya. Rama menjadi putra mahkota karena ia putra pertama dari permaisuri utama, Kausalya.
Permaisuri raja yang lain, Kaikeyi, terkena hasutan dayang setianya yang bernama Mantara untuk mengambil  kedudukan raja yang akan diperoleh Rama di keesokan hari  untuk putranya sendiri yakni Bharata. Kaikeyi menagih janji Destarata untuk mengabulkan satu permintaannya yang belum sempat ia utarakan dulu sebagai balas budi menyelamatkan raja Ayodya tersebut.
Bagi seorang ksatria, memenuhi janji sama artinya dengan nama baik dan nyawa. Mati pun akan dilakukan demi memenuhi suatu janji. Betapa berat Destarata memenuhi permintaan istri terkasihnya sekaligus bakal berjauhan dengan putra tersayang.
Rama yang merupakan titisan Bathara Wisnu rela mengasingkan diri di hutan Dandaka selama empatbelas tahun demi berbhakti pada ayahandanya. Lesmana, salah satu putra kembar permaisuri Sumitra membersamainya di hutan. Tak ketinggalan, Sinta yang baru diboyong dari Mithila sebagai pemenang sayembara yang berhasil merentangkan senjata warisan kerajaan berupa busur Syiwa hadiah dari Bathara Baruna, mendampingi suami menjalani pengasingan. Sedangkan Satruguna, saudara kembar Lesmana mengiringi langkah Bharata memimpin Ayodya.


Penculikan Shinta
Di dalam hutan, Sarpakenaka menganggu Rama yang sedang bersembahyang. karena kejengkelannya, Lesmana melukai hidung raksasa wanita itu. Sarpakenaka mengadu pada kakaknya, Rahwana dengan menuduh Rama yang menolak cintanya. Ia juga mempengaruhi kakaknya itu untuk mempersunting istri Rama karena tahu kakaknya itu mata keranjang apalagi yang berwajah cantik seperti Sinta.
Rahwana yang menyadari tidak akan mampu menghadapi Rama, berhasil menculik Sinta dengan mengelabuinya menggunakan kijang kencana.
Jatayu, burung rajawali raksasa berusaha menolong namun tidak berhasil. Rahwana menawan Sinta dalam Taman Asoka di kerajaan Alengka dan berniat memperistrinya bersedia atau tidak.

Mencari Shinta
Rama mendapat bantuan dari pasukan wanara[=kera] untuk mendapatkan Sinta kembali. Senapati yang sakti dan cerdik Hanoman dipercayakan Raja wanara Sugriwa padanya. Bersama mereka membangun jalur penyebrangan ke Alengka dengan dukungan Wibisana yang berbalik memusuhi kakaknya yang menyalahi Dharma asusila yaitu merebut istri orang.
Kerajaan Alengka berhasil dilumpuhkan, Rahwana dan bala tentaranya terbunuh. Kemudian Rama menobatkan Wibisana sebagai raja Alengka yang baru.

Pati obong 
Sinta yang beberapa lama di tangan musuh dipertanyakan kesuciannya oleh para pasukan wanara. Untuk membuktikannya, Sinta menjalani laku membakar diri di perapian besar. Sinta berhasil lolos dari bara api. Tidak sedikitpun luka bakar di kulitnya bahkan pakaian yang dikenakannya bersih dari nyala api.
***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar