Minggu, 21 Desember 2014

Mariama


Image YunW
Buku : Mariama

Diterjemahkan dari Tsulaitsiyah Gharnathah
Karya Radwa Ashour
Dar as-Syuruq : Cairo, 2003
Hak terjemahan Indonesia pada penerbit Buku Mutu

Penerjemah : Kamran Asad Irsyady

Penyunting : Damhuri Muhammad

Desain Sampul : Agus Sutikno

Pewajah Isi : Agus Sutikno

Cetakan 1, Juni 2009

ISBN : 978-979-19457-0-7

Sebenarnya ini merupakan buku  kedua dari ' The Granada Trilogy'. Lagi-lagi di pameran buku murah. Hal yang menarik untuk membawanya pulang adalah kata-kata pada cover buku tentang keruntuhan imperium Islam di Andalusia.
Tentang Granada
Catatanku dari buku ini tertanggal Muharram 1434 H/ 08 Desember 2012.
Entah apa alasan duo munsyid I'ie dan Readi [personel The CS]  binaan +Ann Jateng  dengan single-nya 'Aku Ikhlas, menamakan diri mereka sebagai Granada???
Melalui buku ini, aku mencoba menelusuri Andalusia lewat google.   Ada pula yang menyatakan kalau Andalusia adalah nama Spanyol di jaman dulu. Sedang keterangan di Wikipedia Spanyol berasal dari kata Hispania atau nama modernnya ' Espana' yang merupakan bahasa Romawi.
Pemahamanku dari Wikipedia bahwa Andalusia adalah sebuah daerah administratif di Spanyol yang memiliki kekuasaan otonom yang beribukota di Sevilla. Dalam buku ini pun, Andalusia merupakan salah satu distrik di Spanyol. Provinsi lainnya yang termasuk dalam wilayah administratif Andalusia;  Almeria, Cadiz, Cordoba, Granada, Huelva, Jaen, Malaga.
Sesuai dengan buku pertamanya, setting novel ini adalah Granada. Ternyata di Granada inilah pusat peradaban Islam memancar cemerlang di antara daratan Eropa yang masih diliputi kegelapan kehidupan Jahiliyah. Ilmu pengetahuan mengalami kemajuan dengan adanya Universitas Granada.

Tak banyak sejarah yang mencatat tapi para ilmuwan barat mengakui seorang ilmuwan muslim. Ibnu firnas atau yang dikenal sebagai Armen Firman, kelahiran Andalusia, Sang Peletak konsep Pesawat Terbang dengan menggunakan sayap dari jubah yang disangga kayu. Sayap buatan yang membuatnya melayang sebentar di udara dan memperlambat jatuhnya. Dan Ibnu Firnas mengalami cedera berat ketika terhempas saat melakukan uji coba sendiri menggunakan mesin terbang sejenis ornithopter [sekitar tahun 880-an]

Dan jejak peninggalan peradaban Islam yang masih berdiri hingga kini meski imperiumnya telah runtuh. Kemegahan arsitektur peninggalan kekhalifahan Umayah [1232-1492 Masehi]  oleh bangsa Moor[ Moria =  nama suku bangsa berasal dari Afrika Utara, penguasa kerajaan Islam terakhir di Andalusia] yang telah dikukuhkan sejak tahun 1984 oleh UNESCO melalui World Herritage Site.
Bangunan bersejarah itu adalah Istana AlHambra atau dikenal juga dari bahasa Arabnya dengan arti Istana Merah karena ubin-ubin dan dinding berwarna merah bata dan hiasannya kebanyakan berwarna kemerah-merahan.
http://bit.ly/16EQfyX
Ehm, pusat pemerintahan di Sevilla dan istana rajanya di Granada??? Bukan kritik tentang novel ini tapi keheranan dengan jalannya pemerintahan saat itu. Seperti halnya Presiden RI mulai pak Soeharto, Bj Habibie, Ibu Megawati yang lebih memilih rumah pribadi sebagai kediaman karena jaraknya juga lebih dekat dan masih berada dalam satu kota.. Sedangkan Pak Abdurahman Wahid dan Pak Soesilo Bambang Yudoyono sempat mendiami istana negara untuk kemudian memilih rumah pribadi.

Satu lagi monumen bersejarah yang merupakan bukti adanya cahaya Islam di Spanyol yakni Masjid Cordoba. Masjid yang lebih dulu berdiri sebelum Istana Alhambra [787]. Masjid Mezquita ini yang menjadi saksi seorang cendikiawan muslim menerbangkan diri [Ibnu Firnas]. Dan  sekarang beralih fungsi menjadi Gereja Santa Maria de la Sede atau Katedral Virgin of Assumption.

Tentang Radwa Ashour
Penulis novel ini terlahir di El-Manial. 26 Mei 1946.  Seorang profesor sastra Inggris yang mengambil disertasi dengan judul : Pencarian untuk syair Black: studi tulisan kritis Afro-Amerika ci  University of Massachusetts [1975] Hidu di tengah pekrja seni bersama suami berkebangsaan Palestina, penyair Mourid Barghouti  dan putranya, penyair Tamim al-Barghouti

Inaalillahi Wa Inna ILAIHI Roji'uun... beliau telah berpulang pada satu Desember tahun ini. Momen ini rupanya yang membuatku bersegera menyelesaikan draft review-ku.

Mariama
Berkisah tentang mimpi yang dialaminya. Seorang nenek yang hidup di Granada bersama suami dan cucu lelaki dari putranya. Semangat hidupnya yang kembali menyala setelah mendengar tafsir mimpi oleh seorang peramal. Padahal sang suami telah memperingatkannya bahwa membaca primbon dan ramalan bintang termasuk mempercayai peramal itu tidak diperbolehkan dalam Islam.

Mimpi berikutnya adalah pertanda bagi keluarga Mariama tentang kedatangan seorang kerabat jauh yang lama tidak ada kabar. Tidak dijelaskan di novel kedua ini hubungan kekerabatannya dengan keluarga Mariama. Entah di buku pertama. Dialah Naeem yang dikira Mariama seorang lelaki gila ternyata menyimpan kepahitan mengenai nasib keluarganya. sampai Naeem meninggal, Mariama belum mengerti dengan sikap-sikap Naem yang menurutnya aneh.

Tinggal di daratan Eropa. jauh dari negara muslim. seperti sudah hukum alam jika minoritas penduduk muslimnya maka akan mengalami penindasan. Begitupun yang terjadi di Granada yang mendapat tekanan  invasi dari berbagai penjuru.
Hassan, kakek Ali, suami Mariama, mengajari cucunya huruf Hijaiyah dan bahasa Arab secara sembunyi-sembunyi. Petualangan yang menggembirakan bagi Ali kecil sekaligus meresahkannya.
Naeem yang terlibat penyampulan kitab sempat salah paham dengan keluarga Mariama. Naeem sempat menuduh keluarga itu mengkhianati rahasianya tentang kitab yang disampul dan pemiliknya.
Tak berselang lama Mariama kehilangan suaminya yang meninggal karena sesak nafas yang dideritanya. Menyusul Naeem pun berpulang.
Ali beranjak remaja dan mulai bekerja di usianya yang baru menginjak 13 tahun sebagai tukang kayu pada pengusaha muslim. Seiring diberlakukannya larangan dari raja untuk tidak menggunakan bahasa Arab dan segala bentuk apapun tentang Arab mulai dari tarian, gelar, busana, dan kebiasaan menutup pintu selepas Maghrib.

Ibarat roda yang dilambungkan lalu dihempaskan jatuh [ halaman 130]
Perjuangan wakil rakyat di pemerintahan sebagai alasan memasukkan para patriot muslim ke dalam penjara untuk kemudian melegalkan pembunuhan dan penyiksaan yang tak berperikemanusiaan.

Mariama meninggal dengan mimpi yang seakan menyirnakan harapan-harapannya.  Mariama meninggal di gendongan Ali dalam pengungsian. Seolah tidak rela meninggalkan tanah air dan kediaman keluarga beserta kenangannya. Bukan saja tafsir mimpi yang mengisi relung hatinya  namun juga lukisan yang nyata dalam pandangan matanya mampu menghujam ke dalam sanubarinya. Lukisan kambing hutan yang tengah diburu dan menanti derik-detik kebinasaannya. Kenyataan itulah yang sebenarnya dihadapi.

Sepeninggal neneknya, Ali melarikan diri dan bertekad kembali ke Granada.  Kembali untuk merelakan tanah warisannya terlepas dari genggamannya karena pengkhianatan teman semasa kecilnya. Di Granada ia juga menemukan cinta yang seharusnya ia jaga kesuciannya pada seorang budak yang dulunya  begitu dekat dengan keluarganya.


Akhir cerita dari buku kedua ini menggantung dan awal kisahnya juga bikin penasaran. Semoga nanti aku bisa beroleh buku  pertama dan ketiga yang dicatat seperti pada essai mengenainya; sebagai karya yang sarat dengan pujian untuk fokus sejarah yang halus, deskriptif yang indah, juga rendering dan hubungan generasi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar