Kamis, 21 Mei 2015

Biru


Judul : Biru : Sabar Hingga Akhir Waktu

Penulis : +Leyla Hana ,  +eni martini  ,  Linda Satibi, Annisa Rasbell, 
+Binta Almamba+Mugniar Marakarma
+Syila Fatar ,
 +yentri marchelino+Santi Artanti , Nenny Makmun, 
Atik Herwening W, +Triana Dewi , Imma R. Rusydi, 
Sukimah Yono,
 Aoi Tenshi, Rima Ria Lestari, Risma inoy, 
Ayunin, Siti Nurhasanah, Ary Nur Azizah, 
Viana Akbari, Ikha Ummu Nabilah, 
Nayla Firdaus,
 +Ade Anita, Nining Sumarni

Editor : Nafi'  Fitriana, Rachmi N. Hamidawati

Setting : Sarwoko Sasma Wijana

 Desain Cover : Dwi Sulistyono

Penerbit Selaksa Publishing
Cetakan Pertama Ramadhan 1434 H/ Juli 2013

Didistribusikan oleh : PT Era Adicitra Intermedia

ISBN  978-8340-21-5

***


Sungguh! Ingin lempar saja buku ini ke kerumunan review yang menyemut itu!
Diya tidak habis pikir tontonan yang ratingnya di posisi prioritas, kalaupun turun tak sampai terdepak dari tiga peringkat teratas untuk pekan-pekan ini masih menjadi daya tarik hingga traffic pengunjung blognya terus melonjak. Tapi, ada keuntungannya juga, sih... karena postingan yang lain mendapat kunjungan istimewa pula.

Diya sebenarnya sedikit kecewa
upayanya meluangkan waktu dan pikiran untuk menulis ternyata lolos begitu saja. Seperti biasa lolos administrasi dan berhenti. Nyadar tulisannya tanpa jiwa.  Ia sadari tulisannya memang tanpa nyawa dimana setiap kata mengandung ruh hingga cerita yang dihadirkannya tidak menyentuh pembacanya. Diya akui kelemahan itu karena usianya yang masih begitu belia sewaktu mendampingi ibunya yang sakit. Tapi, mengingat para remaja yang ia saksikan salah satunya menjadi ikon dari review tontonan yang ia tulis seketika jadi merasa malu. Di usia belasan sudah mengerti akan tanggung jawab atas profesinya. 

Atas kuasa ALLAH memberi petunjuk, saat  membuka kembali buku ini untuk me-review. Buku yang Diya beli di Gramedia books store sebagai pelipur kecewanya karena jauh-jauh ke Surakarta untuk ngambil hadiah souvenir, eh malah sie humas-nya keluar kantor. Agak janggal perasaan Diya membaca 'Kata Pengantar' dengan tulisan 'selawat' bukannya sholawat'? Ah, belum ada kesepakatan untuk penulisan huruf Arab ke dalam huruf latin.. Hal yang senada ditirukannya dari salah seorang Ustadzah pengampu kajian Tafsir Al Qur'an di radio favoritnya.

Kesabaran Diya dalam dunia tulis menulis kembali diuji. Sabar!... Seperti halnya saat menghadapi orang sakit, Diya harus sabar menjalani prosesnya hingga mendampingi si sakit menjadi begitu bermakna untuk kemudian dipaparkan lewat tulisan. 
Diya jadi inget salah satu nama FB yang dikenalnya. Nama FB Bunda Ikha yang merupakan harapan 'Sabar Itu Unlimited'.
Ternyata bukan tanpa maksud bunda Ikha memakai nama ' Sabar Itu Unlimited' melalui kisah yang ditulisnya di buku ini, Diya bisa memahami betapa perjuangan bunda Ikha menghadapi cobaan sakitnya buah hati tercinta yang baru lahir ke dunia. Kebahagiaan akan kehadiran putri pertamanya berganti dengan kecemasan ketika diketahui si kecil mengalami asfiksia sedang yaitu kesulitan bernafas.
Kecemasan yang sama dirasakan oleh bunda Sukimah ketika melahirkan dan mengalami gangguan pada persalinan bayinya memilih melakukan vacuum daripada operasi. Ternyata efek vacuum sangat buruk pada kesehatan dan tumbuh kembang bayinya meski punya pengalaman dari kakak iparnya yang aman-aman saja melahirkan dengan bantuan vacuum. Saat lahir, putranya tidak menangis dan sempat kejang beberapa saat lamanya sehingga harus dirawat di ruangan khusus.

Jika bunda Ikha dan bunda Sukimah ada gangguan kesehatan pada bayi mereka maka pengalaman suami bunda Eni saat mendampingi istrinya sangatlah berharga.Bunda Eni mengalami kesalahan penanganan medis sehingga kesehatannya tidak menjadi lebih baik. Memang benar biaya merupakan hal yang patut dipertimbangkan tapi tidak boleh melalaikan fasilitas yang diperlukan demi kesehatan. Tidak semua yang murah itu fsilitasnya tidak maksimal tapi bukan pula jaminan tarif mahalakan mendapatkan fasilitas memuaskan. Pertimbangan reputasi dan kepercayaan kita pada upaya penyembuhan si sakit menjadi penting.

Pengalaman berharga lain saat mendampingi orang sakit, Diya kembali membaca dari artikel pertama yang ditulis oleh bunda Icha [Annisah Rasbell] saat menghadapi sakit asma ibundanya dimana kakaknya menjadi pengguna narkoba.

Bunda Linda Satibi yang memberi judul tulisannya 'Kata Ikhlas yang Ditunggu*] mengisahkan perjuangan Emak yang sudah dianggapnya ibu kandung sendiri menghadapi sakit gula yang dideritanya. Penyakit yang juga menyerang ginjal dalam tulisannya, bunda Mugniar yang yakin akan pengobatan alternative berhasil melewati masa-masa sakit sang suami saat menderita batu ginjal.

Kemudian Bunda Syila yang merupakan nama pena dari bunda Amalia Dewi F. menulis kisah saat mendampingi putranya saat terserang tifus. Kesulitan materi selama anaknya sakit tercukupi dengan tabungan amal yang telah dilakukannya sekeluarga.

Pendampingan anak yang sakit berikutnya dikisahkan oleh bunda Risma dalam judul 'I'm Neni and I'm A Nany' dimana si sakit didampingi oleh tantenya sendiri selama bertahun-tahun sejak berusia 17 tahun lalu yang tau-tau lumpuh saat sehat dan berlibur bersama teman-teman SMA ke Pantai Pangandaran.  Kisah inspiratif dari seorang Yogaswara yang menderita penyakit langka, Guillain Barre Syndrome mengalami kelumpuhan hingga ia tumbuh dewasa dan memiliki pendamping.

Kalau bunda Ary mengisahkan tegangnya mendampingi anak saat berjuang melawan rasa muntah maka bunda Nayla mengisahkan perjuangan mendapatkan biaya murah untuk operasi usus buntu bagi putrinya. Lain lagi dengan penuturan bunda Siti Nur yang pontang-panting mengikuti langkah anaknya yang memilih menjadi pasien di luar daripada meringkuk sebal di kamarnya hanya gara-gara diare yang dideritanya. Jadi tambah pengetahuan yang tidak seberapa tapi bisa fatal kalau tidak tau semisal memposisikan botol infus lebih tinggi dari jantung pasien yang diinfus.

Bunda Yentri yang akhirnya harus banyak belajar dan belajar saat dihadapkan pada anak yang terkena demam beserta gejala yang menyertai seperti kejang dan kulit yang berbintik merah di sekujur tubuh. Mengapa hal itu terjadi, apa penyebabnya, dan bagaimana menangani kasus yang diderita. Jangan sampai sekedar panas biasa lalu panik serasa punya penyakit yang ganas. sebaliknya dengan kasus bunda Binta dengan judul 'Lupa dengan Pelana Kuda' dimana putranya yang demam dan baru diketahui telah terserang wabah demam berdarah. Ketika itu tengah mengandung pula.

Wabah berikutnya yang tiba-tiba harus dihadapi bunda Imma adalah  cikungunya.  Penyakit yang disebabkan oleh virus yang gejalanya demam lalu mengakibatkan kelumpuhan. Keadaan yang termasuk ringan akan menjadi gawat jika tidak segera tertangani.  Begitu juga dengan penyakit Hyperemesis Gravidarum  yang dipaparkan oleh bunda Nining dimana pasien dalam keadaan hamil mengalami gangguan mual dan muntah secara berlebihan.

Miss Santi sharing saat mendampingi sang ayah sakit lever. Ketegaran sang ayah menghadapi masa-masa sakitnya menumbuhkan kekuatan untuk bersama menghadapi gejala penyakitnya  yang menyiksa. Hal yang bertolak belakang pada tulisan berikutnya, digambarkan 'Jiwa yang Terpuruk' oleh Bunda Nenny Makmun. Jiwa yang rapuh karena tidak mampu menerima kenyataan yang terjadi dalam kehidupannya merupakan ujian kesabaran bagi yang mendampingi terutama keluarga.

Hampir sama dialami oleh bunda Rima Ria Lestari dengan judul tulisannya ' Bapak, Ladang Amal Kami'. Hanya saja bukan karena gangguan kejiwaan tapi penyakit bawaan yang menyerang syaraf otak.  Itupun, sang penderita tidak mengetahui atau sama sekali tidak ingin mengetahui bahwa ia menderita penyakit dan beberapa kali menolak memeriksakan diri ke dokter Ada untungnya juga percaya pada kemapuan diri untuk sembuh namun bukan lantas tidak mau tau penyakit yang sedang diderita hingga merepotkan orang-orang di sekitarnya.
Bandingkan dengan cerita Aoi Tenshi atau bunda Izti  dengan judulnya 'Pengantin Air mata'. Dalam kisahnya, sang suami menahan sakit begitu lama.  Selalu menolak untuk memeriksakan diri hingga diagnosa ditegakkan bahwa penyakitnya sudah stadium lanjut. Kebersamaan suami istri akhirnya harus dilalui di ranjang rumah sakit.  Suami meninggal di hari ke-36 setelah akad nikah berlangsung.

Apa jadinya bila satu anggota keluarga menderita sakit? Masing-masing ingin mengetahui keadaan pasangannya karena yang dirawat di rumah sakit adalah suami istri. Syukurlah, anak-anak mereka yang telah berkeluarga pula bersepakat selau memberi kabar baik bagi kedua orang tua mereka yang sedang saling mengkhawatirkan kondisi pasangannya meski harus bersandiwara. Kabar baik berikutnya juga penyakit sandiwara alias salah diagnosis sehingga terlepaslah dari segenap kecemasan selama itu.

Kenyataan lain tentang penegakan diagnosa, Bunda Leyla mengisahkan diagnosa yang awalnya dianggap sepele yakni terkena sariawan  namun di kemudian hari begitu mengkhawatirkan. Kanker yang dianggap langka terjadi di bagian lidah.

'Tiga Srikandi untuk Ibu' adalah kisah Bunda Viana dengan adik dan kakak perempuannya bersama-sama mengawal sang ibu saat mengalami patah tulang akibat terjatuh.

Diya tersenyum pahit saat membaca subbab yang ditulis bunda Triana Dewi yang diberinya judul 'Monster Inggris'. Bunda Triana menggambarkan keadaan suaminya yang mengalami stroke ringan. Usaha untuk perbaikan kondisinya berakibat perubahan emosi. Dalam kondisi yang labil seperti itulah, ujian berlaku bagi bu guru bahasa inggris ini karena suaminya kadang-kadang meracau dengan lafal inggris. Syukurlah, ujian itu tidak berlangsung lama. Seiring kesehatannya yang membaik, ingatan suaminya pun kian pulih.

Kehilangan ingatan juga diceritakan bunda Ayunin dengan judul 'Sentilan Kecil Dari_NYA' layaknya penderita amnesia ala adegan dalam layar kaca. Ada-ada saja orang awam mengait-kaitkan kehilangan ingatan dengan makhluk halus. Tapi, bagaimanapun, hal ghaib itu hanya ALLAH Yang Maha Mengetahui. Kita manusia harusnya percaya ghaib dan boleh mengetahui melainkan hanya sedikit.

Ghaib juga tentang umur manusia. Seperti yang ditulis bunda Ade dengan judul 'Dalam  Perjalanan Sang Waktu'. Meski dokter bisa menetapkan bahwa pasiennya akan mampu bertahan untuk sekian waktu itupun hanya sebatas perkiraan yang diukur menurut pertimbangan jangka kekuatan fisik seseorang dengan fase pertumbuhan penyakit  yang bersarang di tubuhnya. Namun bunda Ade dan keluarganya tidak terpaku pada fase penggerogotan penyakit dalam menyerang tubuh pasien tapi bagaimana melewati hari-hari dengan penuh makna. Melampaui kesempatan yang masih diberikan ALLAH dengan berbagai amal ibadah sebagai bekal untuk menghadap-NYA. Seperti halnya Ali  Bin Abu Thalib Radhiallah hu'anhu, salah satu khulafaur rasyidin yang mengetahui penyebab ajalnya dari Rasulullah SAW sendiri dan bukan terpaku pada bagaimana penyelamatan jiwanya namun penyelamatan akidahnya bila kelak saat penetapan ajal itu tiba baginya.

***

Diya membuka kembali tulisan dalam notesnya. Tulisan yang menguatkan sikapnya untuk mengatur pola hidup mengingat sakit degeneratif itu akibat gaya hidup yang buruk. Pola hidup sehat itu ingin ia berlakukan juga pada orang-orang yang disayanginya yang mungkin akan ditanggapi buruk. Iya, maklum! Pola hidup teratur itu butuh perjuangan dan pengorbanan. Menahan diri dari hal-hal yang disukai itu benar-benar suatu siksaan, Tapi, sungguh! Dengan keteraturan itu menjadikan tubuh selalu sehat lebih lama. Mengingat Rasulullah saja hanya sakit dua kali semasa hidupnya.

Dalam buku ini terbukti penderita penyakit akibat gaya hidup yang buruk paling banyak mendominasi.  Dari 25 judul ada 7 atau 8  artikel yang Diya ketahui penyebab sakitnya adalah gaya hidup yang tak teratur.
Untuk itu
Diya menyiapkan diri menjadi yang paling dibenci.
Terselip doa Diya dalam sikapnya tersebut :
* Semoga kamu lebih perhatian pada kesalahan-kesalahanku sehingga tidak terlena dengan pujianmu atas semua kebaikanku
* Semoga doa selalu darimu untukku agar aku bisa menjadi lebih baik.
^_^

Tidak ada komentar:

Posting Komentar