Jumat, 12 Juni 2015

Api Di Bukit Menoreh

Image YouandWe


Judul :  
Api Di Bukit Menoreh

Karya :
 Singgih Hadi Mintardja

Cetakan Pertama :
Dari katalog pribadi 
 Seri 1  jilid ketujuh, 1969
Seri 11 jilid kesatu, 1977
Seri 111 jilid kesatu, 1985

Gambar Kulit :
Drs. Herry Wibowo

Ilustrasi :
Drs. Sudyono 

Dicetak dan diterbitkan oleh ;
Badan Penerbit "Kedaulatan Rakyat"
Yogyakarta

***

Khayalan Berbingkai

Saat perang yang melibatkan penduduk di serial laga  favorit-ku sekarang yang juga jadi drama terfavorit versi PGA 2015 [Panasonic-Gobel Awards], jadi inget film kolosal jadul

seperti Saur Sepuh, Babad Tanah Leluhur, Mahkota Mayangkara, Pendekar Buta Dari Gua Hantu dll.. Ehm? Banyak juga ya...

Ngomongin perang, jadi inget gelar dalam perang. Kenapa di serial laga itu enggak pakai gelar, ya? Setauku belum ada termasuk serial laga lain yang telah tayang di layar kaca.
Atau sutradaranya tidak mengenal gelar perang?
Padahal aku ingin tau banget gelar perang dalam visualisasinya di layar kaca @_@
Lebih pingin lagi kalau serial ini diangkat di layar kaca @_@ milang-miling!* Siapakah sosok yang pantas menjadi para pemeran tokohnya*** Adakah yang lebih cocok dari PitaLOchi untuk Rara Wulan 0_o  Lantas siapa yang pantes disandingkan dengannya sebagai Glagah Putih? Tentu saja bukan pemeran Gumara yang kemungkinannya jadi Agung Sedayu [ eh?] peran Swandaru barangkali melihat penampilannya sekarang yang makin gemuk. Dalam kisahnya usia Glagah Putih dan Rara Wulan tidak terpaut jauh, sepantaran.
Eh? Tapi peran Pitaloka sudah terlanjur melekat dengan Neng Ochi  sedangkan peran Rara Wulan di serial ini juga bukan sembarangan.

Yang aku pikirin malah Glagah Putih sehubungan dengan Rara Wulan daripada tokoh favorit ADBM yang disandang Agung Sedayu karena  memang yang pertama kutemukan dan awal-awal aku membaca adalah seri ketiga. Seri ini lebih banyak mengisahkan petualangan Glagah Putih.

Halah! Pake berbelit-belit segala!?
Sebenarnya aku ingin me-review ulang serial Api Di Bukit Menoreh. Ini sebagai upayaku untuk fokus pada proyek yang ingin aku kerjakan. Yah, kalo liat wall FB-ku yang terbaru [Akhir Mei 2015] pasti tau aku mau bikin apa? Mengangkat cerita rakyat dari daerah asal...

*Mengenal jati diri
Menyadari akar budayaku dari sini
Bagian dari persada Indonesia
Sebagai hamba_NYA pula
Tak kuingkari aku orang Jawa*
Saat aku review ini di komunitas BAW, aku punya gambaran lengkap dan mudah dengan adanya profil lengkap penulis ADBM. Sekian lama, bahkan tulisanku sampai sekarang belum bisa kubuka di file lepiku yang masih rusak untuk kupindahkan di bog ini, justru hanya karya beliau saja yang mudah diakses sedang tentang penulis sendiri harus dengan tahapan tertentu 0_o rupanya sang maestro cerita rakyat Jawa ini sudah bertransformasi sehingga memerlukan beberapa rangkuman artikel untuk mengetahui siapa sesungguhnya beliau. Di wikipedia-pun informasi tentang pak SH. Mintardja hanya secara garis besar.

Melatih ingatanku tentang gelar perang saat aku telah membaca tuntas ADBM  sebanyak 396 episode, baik melalui katalog pribadi peninggalan Ayah maupun dengan  bacaan online :

Gelar Perang

1. Brubuh  atau Pacar Wutah

Dua nama ini memiliki kesamaan gelar, mangkanya aku jadikan satu nomer [Ups!] mungkin juga gelar yang sama dengan istilah yang berbeda.
Perang brubuh itu tanpa formasi.. 'campuh' dan biasanya diterapkan pada medan luas yang rumit dan perseteruan yang terjadi secara tiba-tiba.
Pacar Wutah, kalau tidak keliru memahami adalah formasi seperti halnya bibit tumbuhan pacar yang tercurah. Biasanya digunakan untuk siasat mengundurkan diri dari medan perang secara beranting. Menghilang satu persatu atau jumlah tertentu untuk kemudian bertemu dan bergabung kembali di tempat yang telah ditentukan. Berbahaya bagi pihak lawan yang berniat menggagalkan larinya pihak musuh dari peperangan tersebut. Harus dengan jumlah dan imbangan kekuatan yang memadai untuk menjaringnya. Maka diperlukan penyisiran  pada garis mundur tersebut agar tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan.

2. -Glatik Neba

Gelar yang memerlukan kemampuan secara pribadi. Bila jumlah mencukupi maka berpasangan yang satu lemah dan yang satunya memiliki ilmu kanuragan yang lebih tinggi sehingga diharapkan dapat mengimbangi musuh yang tangguh sekalipun. Penempatan pasukan ditebarkan mengikuti alur yang terbentuk oleh musuh atau mengimbangi pasukan kawan yang telah ada persis sekumpulan burung glatik yang hinggap di suatu tempat.
Strategi ini diterapkan pada perang dengan medan yang memanjang. Jumlah musuh dan kekuatan diperkirakan berimbang atau sebagai upaya mengimbangi kekuatan musuh.

3. Dirada Meta

Yang berarti gajah  menyerang atau mengamuk. Bentuknya mirip bulat telur. Formasi seperti ini memerlukan sepasukan besar. 'Segelar sepapan' penulis ADBM ini mengistilahkannya yang mungkin di jaman sekarang sebanyak satuan divisi berjumlah kurleb sepuluh ribu prajurit.
Mengambil dari bentuk gajah yang memiliki kepala sebagai pemimpin dan pengatur penyerangan sebagai induk pasukan. Belalai yang berlaku sebagai pendobrak untuk upaya mengacau musuh. Dua gading dikanan dan kiri sebagai penyerang. Dan di tubuh berisi seluruh kekuatan pasukan dalam jumlah besar.

4. Garudha Nglayang

Seperti halnya garudha yang tebang, seluruh pasukan haruslah memiliki kecepatan dan ketangkasan.
Formasi pasukan lebih ramping dari gelar dirada meta.  Pengatur  dan melancarkan serangan diemban sekaligus oleh pemimpin yang berada di posisi paruh dengan  pendamping sampai di bagian  kepala sebagai induk pasukan.
Sedangkan pasukan pengapit terdiri dari sayap kanan dan kiri bertugas membantu serangan.
Kemudian pasukan yang berada dalam tubuh dan di posisi ekor mengimbangi.


5. Wulan Tumanggal
Gelar Perang yang berbentuk bulan sabit.
Induk pasukan mengisi bagian tengah dan punggung  sebagai pengatur serangan sedangkan pasukan pengapit membentuk lengkung kanan-kiri untuk menjepit lawan.
Gelar perang ini terdiri dari pendekar yang berilmu tinggi. Biasanya untuk menyelesaikan babak akhir dari peperangan karena bentuk formasinya digunakan sebagai upaya mengepung musuh agar segera menyerah.


6. Jurang Grawah

Formasi jebakan yang bentuknya mirip wulan tumanggal kembar yang saling berkait.
Mula-mula musuh yang diincar dengan sukacita menyerang seolah tidak terkalahkan karena pasukan mengelabui dengan gerak mundur dan kocar-kacir. Namun semakin dia merangsek maju ke celah pasukan yang mundur itu maka yang sebenarnya dia telah masuk dalam kepungan lawan.
 
7. Gedhong Minep

Gelar perang yang biasanya digunakan untuk melindungi pengatur serangan selaku pimpinan yang terluka atau dalam keadaan darurat. Pimpinan berada di tengah-tengah pasukan.
Formasi ini di sekelilingnya diperkuat oleh senapati perang yang mumpuni dan sebagai pelaksana serangan. Gambaran perang seperti ini mungkin yang dilakukan oleh Jendral Soedirman [eh?] yang ditandu dengan siasat perang gerilya.

8.  Cakra Byuha

Gelar yang paling berbahaya ditemui dalam medan perang. Seperti yang diketahui cakra adalah senjata berbentuk roda yang berputar. Keunggulan gelar ini pada kecepatan gerak yang dinamis. Tentu saja yang berada di dalamnya adalah senapati-senapati perang pinunjul.
Sebaliknya, jika terjadi kesalahan dan ketidakharmonisan pasukan dalam pengaturan serangan maka fatal yang berada dalam formasi ini.

9. Supit Urang

Dalam serial ini biasanya digunakan oleh musuh yang berniat jahat.
Mirip udang yang siap menjepit musuh maka di posisi  capit kanan dan kiri bertugas menyerang diimbangi ekor. Posisi pengatur penyerangan di tubuh sedangkan kepala sebagai pengacau atau pendobrak musuh.

Dalam blog bapak Hadisukirno tentang Gelar_Perang_Dalam_Pewayangan, ada tujuh gelar perang yang dipaparkan, terdapat dua gelar berbeda yakni brajatiksna atau halilintar menyambar yang bentuk formasinya memanjang berisi pendobrak handal juga cepat. Yang kedua makarabhuya atau udang karang yang geraknya lambat namun kuat dalam pertahanan.
***

Jalinan Cerita


* 396 jilid dengan masing-masing berisi 80 halaman bukanlah bacaan singkat. Meski alurnya kadang berputar-putar dan bertele-tele. Tidak jarang satu bab bisa diulas lagi di bab berikutnya. Menurutku kalau tidak diceritakan kembali jadi ngubek-ngubek jilid sebelumnya biar nyambung. Namun sejatinya disanalah kenikmatan membacanya. Proses menyelesaikan bacaan merupakan kepuasan tersendiri bagiku. Lagian, walaupun sudah tuntas membaca aku tidak jemu merunut ulang bacaannya sekedar mencari ide dan mengurai kebuntuan nulisku. Atau malah kehabisan buku bacaan, aku menyempatkan membuka serial ini lagi, lagi, dan lagi...

** Entah kalau dilayar kaca sesuatu itu yang berbau-bau romantis [Jiah >_<]  Tapi kenyataannnya seperti itu. Liat aja video yang sengaja merekam masa-masa keromantisan 0_0
Bahkan ada yang lebih gila daripada aku yang sekedar berangan-angan tentang pasangan tokoh yang serasi yang akhirnya hidup bahagia berdua maka ada yang mampu mengabadikan dalam gambar suntingan pasangan tokoh dengan keluarga kecilnya .. Byuh!.. Byuh!.. Ck.. Ck. Ck... #_#
He.. He.. padahal aku pernah niruin memotong-motong gambar untuk ditempelin biar keliatan lagi foto bareng. Foto artis mah bukan fotoku sendiri, idih! Ya ALLAH masa jahiliah-ku dulu... استغفرالله

Romantisme dalam bacaan serial ini pas!
Meski ada kisah cinta yang terlarang justru sebagai cerminan agar terhindar dari perbuatan sedemikian... Bukan pembenaran tindakan sebagai budak nafsu  akan dunia dengan dalih keadaan yang memaksanya melainkan memikirkan untuk kembali ke jalan yang benar sesuai paugeran sebagai hamba ALLAH yang ber-taqwa!!!

Banyak sisipan-sisipan dengan pesan moral yang sayang kalau dilewatkan begitu saja.

*** Seratus persen karya fiksi namun dari sini daku jadi bisa belajar memahami sejarah karena Seluruh cerita mengikuti runtutan kisah runtuhnya dinasti Pajang menuju moncernya kekuasaan Mataram beserta likuan peperangan yang menyertainya.
Kadang ada belokan dengan kehadiran tokoh Ki Waskita yang mampu melihat ke masa depan dengan mengurai wangsit yang diterimanya menggunakan pemusatan nalar budi.

**** Seperti kebiasaan orang Jawa dalam pemakaian nama dan gelar, harus jeli dengan sebutan dan panggilan yang berbeda untuk satu tokoh.

Banyak pula istilah-istilah Jawa yang sebelumnya tidak kumengerti dan menjadi bahan diskusi seru-seruan dengan mendiang Ayah.
 Istilah Jawa itupun dipakai oleh para penggemarnya untuk saling bincang dan sapa di blog ADBM sana.
Semisal : Gapura, butulan,  regol, seketheng, pendhapa, pringgitan, tlundak, gandok, longkangan, senthong, pakiwan, de el el.
Dan aku jadi tau kenapa Kanjeng Ramaku betah enggak tidur sampai larut malem yang salah satunya terpengaruh dengan bacaan ini dan menyempatkan membuat bundelan untuk bacaan ini. Padahal Beliau sempat duka pirsa  aku terlalu cepat menyelesaikan bacaanku ^_^

Ada juga kebiasaan yang aku lakukan untuk melatih diri dari bacaan ini, salah satunya adalah menyapu halaman dengan langkah mundur.
Kenapa halaman?
Soalnya sulit diterapkan di dalam rumah mengingat halaman berupa tanah yang jembar. Bukan berupa plesteran hingga air hujan pun sulit meresap ke tanah yang biasanya digadhang-gadhang oleh mereka yang tidak peduli lingkungan.
Semoga kita termasuk yang pecinta lingkungan dan peduli akan kelestariannya sebagai bagian dari alam raya maka kita adalah bagian alam yang terkecil namun punya pengaruh besar. Apapun yang kita perbuat maka kitalah yang akan merasakan akibatnya.
***
Berikut rangkuman ringkas dari seri pertama sampai seri keempat yang bisa di klik langsung kalo mau download atau baca. Diambil dari  blog yang bertitel ADBM.. Masing-masing seri berisi seratus jilid kecuali seri terakhir yang hanya sampai pada jilid ke-96. Bahkan aku sempat menulis draft versiku sendiri kelanjutan kisahnya hingga 400 jilid meski masih di file lepiku yang rusak :
Kata Pengantar

Seperti jang terdahulu,
Saja ketengahkan tcerita ini
dengan harapan jang sama.
Tjerita jang ditcari dibumi sendiri
bertolak pada sifat manusia,
dengki, iri, nafsu, tjita2,
namun djuga-- tjinta
Jang melahirkan segala matjam peristiwa,
pertentangan pertengkaran, perang
tetapi djuga
tuntutan keadilan dan kebenaran
kenangan
atas bapa tertjinta
bingkisan
untuk ibu, isteri
anak-anak serta keluarga
tersajang

Penulis
SH. Mintardja


-Dari tiga jilid katalog pribadi, jilid ketujuh masih menggunakan ejaan Soewandi sedang jilid enampuluh satu dan enampuluh tujuh yang bertaun 1973 sudah berlaku ejaan Republik.
Ejaan Soewandi yang berlaku untuk menggantikan ejaan van Ophuijsen 19 Maret 1947- yang digantikan dengan Ejaan Republik yakni Ejaan Yang Disempurnakan [EYD] pada masa Orde Baru Agustus 1972 Perbedaan ejaan itu pada bacaan ini adalah bunyi 'oe' yang menjadi 'u' semisal : 'manoesia' menjadi 'manusia'

Berikutnya kata awalan dan kata depan  'di' yang biasanya dipakai untuk keterangan tempat, ditulis serangkai dengan kata yang mengikutinya seperti : 'dibumi' sehingga tidak ada bedanya dengan imbuhan 'di-' pada  'dicari'

Kata pengantar dari penulis yang disisipkan diatas merupakan contoh penggunaan ejaan Soewandi tersebut.

= = =
-Mengisahkan Agung Sedayu, yang menjadi tokoh utama dalam serial ini. Agung Sedayu adalah ragil dari dua bersaudara putra Ki Sadewa.
Sifatnya yang awalnya penakut menjadi langkah besar bagi Untara, kakaknya untuk memberinya pelajaran dengan memberi dua pilihan yang menyulitkan.. Ditinggal sendiri dalam rumah atau ikut bersama kakaknya ke Sangkal Putung dalam keadaan sama-sama berpeluang menghadapi musuh yang mereka hadapi saat itu yakni Macan Kepatihan. Laskar sisa-sisa pemberontakan Arya Penangsang yang dipimpin Tohpati.
Meskipun sama-sama sulit, lebih baik bagi Agung Sedayu mengikut langkah kakaknya namun naas dalam perjalanan. Mereka dikeroyok dan mengakibatkan kakaknya terluka.

Keadaan gawat tersebut diringankan dengan hadirnya dukun tua bernama Ki Tanu Metir di dukuh Pakuwon. Untara kembali  menghadapkan Agung Sedayu dengan dua pilihan maut yakni  mati ditangan kakaknya sendiri saking jengkel pada sifat penakutnya sehingga tidak mampu berbuat apapun dan hanya mencari aman untuk diri sendiri yang sama saja artinya dengan seorang pengecut. Atau pilihan kedua adalah mati di tangan Alap-Alap Jalatunda tapi laskar paman mereka, Widura, selamat dari kehancuran. Sebelumnya, Ki Tanu Metir menyindirnya dengan cara khusus
Senyatanya kepergian Agung Sedayu untuk membuktikan keberanian dirinya tidak dilepas begitu saja. Sosok lain yang mengenakan kain gringsing secara sengaja namun tidak terang-terangan membantunya mengatasi musuh-musuhnya.

  • Banyak kejutan-kejutan yang menanti meski kadang bisa ditebak jika detail mengikuti larik-larik kisahnya.

Dalam seri satu ini juga dikisahkan Agung Sedayu yang menjadi sepasang murid Kiai Gringsing bersama Swandaru dengan ciri senjata cambuk, bersahabat dengan Sutawijaya, putra Ki Ageng Pemanahan juga Benawa muda, putra Sultan Hadiwijaya. Bersama gurunya, mereka berperan dalam pembukaan Alas Mentaok. Cikal bakal Mataram yang ditunda penyerahannya sebagai hadiah  dari Sultan Pajang bagi yang berhasil membunuh Arya Penangsang. Padahal Tanah Pati yang sudah berbentuk negeri besar telah diserahkan sepenuhnya kepada Ki Penjawi, saudara seperguruan Ki Ageng Pemanahan. Mereka berdua yang mampu memenangkan sayembara tersebut.

Ki Gede Pemanahan diketengahkan meninggal di serial ini dan hilangnya dua pusaka penanda dari Sultan Hadiwijaya.

Soal konflik yang dibumbui kisah cinta tidak perlu dicemaskan!  Bisa ditemui aroma cinlok diantara Agung Sedayu, Swandaru sebagai saudara seperguruan, Sekar Mirah anak kedua Demang di Sangkal Putung. Lalu Prastawa kemenakan Ki Argapati, Pandan Wangi di Bukit Menoreh dan kakaknya yang saudara seibunya bernama Sidanti.
Kakak Pandan Wangi adalah musuh bersama di Sangkal Putung yang kembali ke tanah kelahirannya untuk besembunyi dan membangun kekuatan baru. Masalah dengan kaburnya Sidanti ini yang membawa dua murid Kiai Gringsing berpetualang ke Menoreh seiring pembukaan Alas Mentaok dengan permasalahan yang mengiringinya.
Di Tanah Menoreh inilah, Swandaru menemukan pasangan hidupnya.


Sempet-sempetnya senyum-senyum sendiri membaca pesan sebelum membaca awal jilid pertama seri kedua ini  ^_^
image YouandWe
Seri kedua ditandai dengan judul  'Jalan Simpang' tepat di bawah tulisan 'Api Di Bukit Menoreh'.
Seperti pada image diatas tulisan ini diawali dengan berdirinya sebuah padepokan di Jati Anom. Padepokan yang dibangun untuk Agung Sedayu dan gurunya sebagai upaya pemantapan pribadi dan kedudukan adik Untara tersebut khususnya di mata keluarga Demang Sangkal Putung. Untara mempersoalkan kedirian Agung Sedayu atas hubungan seperguruannya dengan Swandaru. Dengan sedikit tekanan, kakaknya menghendaki Agung Sedayu memahami dirinya yang seorang lelaki yakni memimpin, tanggung jawab nafkah, pangan, dan papan

Berbeda dengan Swandaru yang membanggakan setiap panjatan kenaikan ilmunya dengan menekankan dukungan yang nampak pada tubuhnya, Agung Sedayu yang lebih memilih kedalaman inti malah tenggelam dalam kepedihan jika mengingat apa yang telah dilakukan dengan ilmunya yang nggegirisi. Keraguan dan kebimbangan selalu menyertai dalam setiap tindakannya ketika menghadapi pertempuran.  Itulah sebabnya ia mengelak untuk menjadi seorang prajurit. Apalagi dengan ditambah hadirnya Rudita yang pengasih dan membayanginya untuk menyatakan rasa kecewanya dengan adanya pertikaian beserta akibat yang ditimbulkannya. [Ups! Jadi tercenung dengan pengamatan atas diriku sendiri @_@*

Agung Sedayu mempelajari ilmu peninggalan ayahnya. Ki Sadewa dan mendapat ajian melalui sorot mata dan berkesempatan adu tanding dengan Sabungsari, prajurit bawahan kakaknya yang mendendam atas kematian ayahnya. Sabungsari seolah dapat mengalahkan Agung Sedayu karena berhasil menghancurkan sebongkah batu padas hingga berkeping-keping sebelum akhirnya tau batu yang dipilihnya untuk lawannya tersebut berhamburan hanya dengan sentuhannya. Saking dahsyatnya ilmu dari sorot mata Agung Sedayu mampu menghancurkan batu padas menjadi debu namun masih nampak utuh.

Jati diri Kiai Gringsing pun makin menyimpan seribu misteri bahkan Ki Waskita yang tajam penglihatan batinnya tidak mampu mengurai tanpa kejelasan darinya sebagai upaya membungkam sesongaran mereka yang menamakan dirinya pewaris kejayaan tahta Majapahit. Para pembual itu hanya mengambil kesempatan dalam kesempitan.

Dalam seri ini juga memaparkan sikap-sikap kademangan terhadap berdirinya Mataram diantaranya Jati Anom yang berada di bawah kuasa keprajuritan yang dipimpin Untara, Sangkal Putung dengan Ki Demang dimana Swandaru sebagai pelaksana pemerintahannya, termasuk Tanah Perdikan Menoreh yang dipimpin Ki Gede yang kemudian didampingi Agung Sedayu karena hubungannya sebagai kakak seperguruan Swandaru atas persetujuan Raden Sutawijaya.

Puncaknya adalah perang melawan Sultan Adipati Pajang dimana beliau sendiri sebelumnya telah memberikan gelar 'Senapati Ing Alaga' bagi putra angkatnya, Sutawijaya dan memberikan secara resmi tombak Kiai plered yang artinya pelimpahan tugas. Dan songsong Kiai mendung berwarna emas yang merupakan  tanda kebesaran pangkat yang memilikinya.

Pemberontakan pertama setelah pelantikan resmi Raja Mataram datang dari menantu Sultan Hadiwijaya, suami Sekar Pembayun. Dalam serial ini Pangeran Benawa memang tidak menginginkan menjadi raja dan menyingkir ke Jipang dan menjadi adipati disana. Arya Pangiri berniat menjadi adipati Pajang dan menggulung kuasa Mataram karena merasa lebih berhak. Panembahan Senapati pun mengambil sikap yang akhirnya didukung oleh Pangeran Benawa. Perang tanding yang akan dimenangkan Panembahan Senapati ditandai dengan ajian pamungkas yang tidak mungkin terlawan oleh Arya Pangiri, batal. Putri Pembayun  memohonkan ampun atas kesalahan suaminya. Akhirnya, Pajang dapat direbut kembali dengan damai. Arya Pangiri dikembalikan ke Demak dan Pangeran Benawa diangkat menjadi raja baru di Pajang, di bawah kekuasaan Mataram.

Agung Sedayu menikah dengan murid Ki Sumangkar yang merupakan adik seperguruan Patih Mantahun dari Jipang. Bahkan tongkat baja putih sengaja diserahkan pada  istri Agung Sedayu tersebut begitu ia menguasai semua ilmu warisan  Macan Kepatihan ^_^
Berdua, sebagai suami istri akhirnya memutuskan mengabdi sebagai penghuni  Tanah Perdikan Menoreh menjadi pelatih di barak pasukan khusus yang didirikan disana.

Glagah Putih, putra Ki Widura, sepupu Agung Sedayu yang dititipkan padanya mulai tumbuh remaja. Dari pengembaraan tugas  bersama Agung Sedayu mendapat hadiah sebuah ikat pinggang dari Ki Patih Mandaraka.
Sepupu Agung Sedayu ini mulai berkenalan dengan putra sulung Penembahan Senapati yang bernama Raden Rangga. Meskipun usianya lebih muda sudah berilmu tinggi bahkan membimbing Glagah Putih dengan cara khusus untuk memperdalam ilmunya dan memberinya hadiah kuda yang besar dan tegar.
Yang tidak kusukai dari kejailan Raden Rangga di serial ini adalah pembunuhan kejam pada harimau. Kan binatang langka tuh >_<
Bukan karena penggemar 7MH?
0_o



Kuda pemberian Raden Rangga menarik perhatian penyamun yang sebenarnya ditugaskan untuk mencuri tau jalan masuk ke istana Mataram tanpa diketahui siapapun juga. Akibatnya mereka malah menjadi tawanan di Tanah Perdikan Menoreh.

Serial ini mengungkap gugurnya Raden Rangga, putra mahkota yang ilmunya mumpuni di usianya masih begitu belia sepulang menjalankan tugas khusus dari ayahandanya menyelusuri perjalanan ke Timur. Disusul kemudian  Pangeran Benawa wafat yang membuat hubungan Mataram dengan kadipaten daerah timur menjadi semakin rapuh

Agung Sedayu mulai diberikan kedudukan dalam tataran keprajuritan Mataram yang sebenarnya di lingkungan pasukan khusus yang sedari mula telah dibinanya.

Glagah Putih bertemu dengan Rara Wulan dan kakaknya, Teja Prabawa dengan pengharapan dari kakeknya agar mendapat pengalaman baru di tanah perdikan.
Semula, dua anak kotaraja itu memandang sebelah mata pada anak dusun yang dekil penuh lumpur. Namun, peristiwa beruntun yang mereka alami merubah pandangan tersebut.
Selanjutnya Rara Wulan  atas kemauan sendiri menjadi murid Sekar Mirah dan sering melaksanakan tugas khusus bersama Glagah Putih.



Seri 1V

Serial ini menceritakan pertempuran melawan pemberontakan Adipati Pragola sebagai protes karena Panembahan Senapati mengorbankan rakyatnya untuk mendapatkan permaisuri. Yang dimaksud adalah Retno Dumilah, putri Panembahan Madiun yang memberontak.  Selain putri tersebut diinginkan oleh Adipati Pati tersebut, kedudukannya sebagai permaisuri dikhawatirkan bakal menggeser kemenakannya sebagai putra mahkota.

Senyatanya, Mas Jolang, putra Panembahan Senapati dengan putri Waskitajawi dari Pati yang kemudian menggantikan kedudukan sebagai raja Mataram.
Pemberontakan demi pemberontakan dari saudara sendiri mewarnai pemerintahan Panembahan Hanyakrawati mulai dari Pangeran Puger yang diangkat menjadi adipati Demak lalu diasingkan ke Kudus.
Pemberontakan kedua oleh Pangeran Jayaraga dari Ponorogo. Belum tamat dalam kisah ini.

Glagah Putih dinikahkan dengan Rara Wulan sebelum mereka melakukan pengembaraan panjang bersama guna menelusuri keberadaan  yang mengaku pewaris ilmu Macan Kepatihan dan merasa berhak atas tahta Mataram sebagai bagian dari kejayaan Majapahit.

Jika sejak awal Swandaru selalu salah dalam menilai dirinya dengan saudara seperguruannya, maka dalam serial ini ia mengetahui jelas tingkat kemampuan Agung Sedayu yang sebenarnya telah jauh melampaui ilmu yang dikuasainya.

***



Tidak ada komentar:

Posting Komentar