Three Cups of tea
[The Young Reader's Edition]
diadaptasi oleh Sarah Thomson
dari
# 1 New York Times Bestseller
dari
# 1 New York Times Bestseller
Karya :
Greg Mortenson & David Oliver Relin
Terbitan
+Puffin Books ,Penguin Group,
Penguin Young Readers Group, 345 Hudson Street, New York 100014, USA
Copyright @ Greg Mortenson dan David Oliver Relin, 2009
Q&A copyright @ Amira Mortenson, 2009
Foreword copyright @ Jane Goodall, 2009
Hak Terjemahan Bahasa Indonesia pada Penerbit Qanita
All rights reserved
Penerjemah :
Ingrid Nimpoeno
Penyunting ;
Esti A. Budihabsari
Proofreader :
Emi Kusmiati
All rights reserved
Cetakan 1, November 2009
Diterbitkan oleh
Penerbit Qanita
256 + 16 hlm.; 20,5
ISBN : 978-602-8579-15-5
***
Puncak Yang DialihkanVersi young readers merupakan seri lanjutan atau edisi revisi 'Three Cup of Tea' dengan dilengkapi wawancara bersama Amira, putri sulung Greg.
Terbitnya 'Three Cup of Tea'
Di luar kontroversi atas kesuksesan terbitnya buku ini. Tentang pembenaran atau hanya misi penyelamatan sebuah memoar yang menginspirasi?!
Mengenai kisah seorang Greg Mortenson yang berniat mengenang adiknya, Christa yang meninggal di usia 23 tahun akibat penyakit syaraf bawaan yang dideritanya bersamaan dengan dirinya yang jatuh saat mendaki gletser. Christa adalah seseorang yang menjadi alasan Greg berbuat sesuatu.
Mengenai kisah seorang Greg Mortenson yang berniat mengenang adiknya, Christa yang meninggal di usia 23 tahun akibat penyakit syaraf bawaan yang dideritanya bersamaan dengan dirinya yang jatuh saat mendaki gletser. Christa adalah seseorang yang menjadi alasan Greg berbuat sesuatu.
Karena Christa pula Greg menyediakan waktu memperdalam ilmu tentang sistem syaraf tubuh. Namun dalam pelaksanaannya, Greg tidak sanggup berdiam dan berkutat seputar ruang laboratorium untuk melakukan observasi. Jiwa petualangnya lebih kentara memenuhi waktu luangnya disamping bekerja di instansi rumah sakit. Kepergian adik bungsu tersayangnya tersebut ia refleksikan dengan meninggalkan kalung ambar milik Christa untuk menandai keberhasilannya menuju puncak K2. Puncak tertinggi kedua setelah Everest. Puncak tertinggi Pegunungan Karakoram di Himalaya, perbatasan Pakistan.
Tinggal 180 meter dari puncak, misi Greg mencapai puncak K2 gagal.
Justru kegagalan itu mengalihkan perhatian Greg pada penduduk desa Korphe yang dianggapnya sebagai penolongnya saat tersesat menjejaki jalan kepulangannya. Tekadnya membangun sekolah disana disampaikannya pada Haji Ali, Kepala Desa Korphe saat itu. Dari uraian Haji Ali yang disampaikannya pada Greg yang menjadi judul buku terlaris ini. Juga menandai kebudayaan setempat yang menjamu tamunya dengan teh.
Berbagai aral rintang harus dihadapinya melebihi survive saat mendaki puncak.
Sama halnya dengan peran Douwes Dekker dengan politik balas Budi dengan penjajah kolonial Belanda bagi rakyat Indonesia, dulu [eh?]
kenapa aku jadi suka membandingkan cerita atau peristiwa satu dengan lainnya?
Ups! sebagai upaya memahami situasi lah..
Greg yang diceritakan memiliki misi membangun sekolah di desa terpencil yang menjadi korban kekejaman perang di perbatasan Afghanistan dan Pakistan. Ia dipercaya Jean Hoerni mengelola dana CAI [Central Asia Institute] sebuah program penggalangan dana untuk kepentingan Asia.
Greg harus mengakui kecerobohannya dalam menganalisis keadaan. Penduduk desa yang tak berpendidikan terisolir karena keadaan alamnya ternyata mampu mengatasi masalah awal yang dihadapi Greg dengan memulai membangun jembatan terlebih dahulu baru mendirikan bangunan untuk sekolah. Penduduk Korphe dengan penuh semangat swadaya membuat kehidupan mereka menjadi lebih baik.
Sebagai orang Amerika yang rasis, berbeda dengan Greg yang masa kecilnya fasih berbahasa Swahili dan hidup diantara orang Afrika di Tanganyika [Tanzania] sempat diperlakukan ekstrim oleh bangsanya sendiri sekembalinya ke negera asal sekaligus melanjutkan menuntut ilmu tingkat SMU di Minnesota.
Ketidakpercayaan kepada bangsa kulit putih tersebut ia alami pula saat kembali untuk merealisasikan janjinya membangun sekolah di Korphe. Greg yang berhasil menguasai bahasa setempat yaitu bahasa Balti diculik pasukan Taliban. Keakraban dan rasa persaudaraan yang dutunjukkan Greg menyelamatkannya.
Dan aku tercenung dengan kutipan dari Sir Edmund Hillary yang sanggup membuat Greg bertahan dalam acara khusus mendengar pidato sekaligus gelisah untuk segera kembali ke Korphe untuk memenuhi janjinya
"Aku hanya pendaki gunung bersemangat dengan kemampuan biasa yang mau bekerja cukup keras serta punya imajinasi dan tekad yang diperlukan"
Kebersamaan Keluarga
Ternyata jiwa sosial Greg dicontohkan oleh ayahnya, Dempsey, yang pendidik dan pendiri Sekolah Internasional di Moshi, Tanzania.
Greg sendiri didukung istrinya, Tara Bishop menularkan senangnya berbagi pada kedua anak mereka, Amira dan Khyber.
di sekolahnya, Amira aktif menggalang dana lewat 'Pennies for Peace'
'Uang Receh untuk Perdamaian' mengingat sang ayah yang mendapatkan sumbangan pertama kali untuk tujuan mulianya justru dari anak-anak sekolah murid Ibu Greg, Nenek Amira.
from book |
from book |
from book |
Pengajaran tentang 'Quality Time' yang dari kutipan wawancara, Amira berrterusterang kurangnya waktu bersama ayahnya meski terlihat bahu-membahu menyelenggarakan suatu acara.. Curhat Amira sebagai bagian dari keluarga Mortenson yang bertekad mengabdikan dirinya untuk kepentingan orang banyak seolah orang-orang telah merenggut kebersamaan dengan ayahnya.
***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar