Kamis, 21 Januari 2016

Membentuk Karakter Anak dengan Dongeng



Penulis :
Farida Nur'aini

Penyunting Bahasa :
Saptorini, S.S. & Khalatz Zahya

Setting:
Jaka LoDRA

Desain sampul :
Andhi Rasydan

Cetakan Pertama, Rabi'ul Akhir 1431H / Maret 2010

Penerbit :
Indiparent

160 hlm.; 205 cm

ISBN : 978-602-8277-25-9

***

Hari petang, telinga mendengar keributan mengesalkan
dengan teriakan tangis balita seperti menandakan kekecewaan.
Sementara di sebelah sana juga terdengar jeritan dengan nada yang berbeda menggambarkan kegembiraan tiada tara.
Ah! Dua realitas yang berbanding terbalik!
Suatu hal yang musti kujadikan pengajaran bahwa dua keadaan yang berlainan itu, Terlalu!
Terlalu lalai dan satunya lagi terlalu dalam hal bersenang-senang.
Karena jeritan riang itu dari seorang ibu yang bermain-main dengan balitanya. Sampai memekik???
Sungguh! Bisa menimbulkan persepsi negatif bagi yang tidak lazim mendengarnya.

Mungkinkah mereka terlupa bahwa nilai itu perlu ditanamkan pada pribadi seorang anak?
Nilai akhlak yang memuliakan kedudukan mereka diantara penduduk bumi yang lain.
Apakah nilai itu tidak berarti lagi di jaman sekarang?
Haruskah pintar mengabaikan nilai kejujuran?
Lantas apa gunanya jika  hanya pintar berbohong?

Nilai-nilai, kepedulian, keluhuran budi itu akan menguat jika ditanamkan di usia dini.
Jadi teringat ayahanda tercinta yang dibilang kolot dan kuno.
Justru diriku bersyukur sekarang setelah beliau sudah tidak ada lagi.
Kata-kata, wejangan yang seolah kuabaikan dulu dihadapan beliau, sekarang terngiang bila berhadapan dengan masalah.
Kesabaran dalam mengingatkan, mengajarkan untuk mengatasi kejenuhan ketika berulang kali seorang bertanya dengan hal yang sama.
Heran juga aku jadi engap bila ditanyai hal yang sama dari ortuku
Sudah makan, Nak?.. Sudah belajar?
Keteguhan sikap yang ditunjukkan mematri pemahaman bahwa apa yang tidak boleh itu pasti tidak baik. Dan memang terbukti demikian. Ternyata sebelum mereka melarang tuh sudah dikaji dulu keabsahannya.
Justru yang kuanggap larangan itu berlebihan seperti makan itu harus duduk, tidak boleh berdiri, tidak boleh ngomong, tidak boleh sambil minum, tidak boleh sambil nyender lah >_< Sedangkan yang lain nyantai saja melakukannya dan seolah tidak kenapa-kenapa [?!?]

Ustadzah Farida yang kukenal sebelumnya sebagai pengampu kajian pranikah menggantikan Ustadzah Marijati di Harmonika, MHfm Solo ternyata seorang penulis.
Enggak nyangka kalau beliau juga seorang praktisi dalam pendidikan anak.  Yang kubaca di profil dalam buku ini masih aktif mengajar  di Sekolah Dasar. Enggak heran kalau jadi tau dunia anak-anak..

Tercenung membaca kata pengantar. Ustadzah.Farida merangkai katanya dalam puisi tentang seorang Maestro... Maestro peradaban! Bahwa orang tua yang mengisi jiwa anaknya...
Jika kata yang berupa pujian yang menggetarkan ini dimaknai oleh para ortu dalam sepenggal cerita di awal, bakalan menyesal hanya mengisi kehidupan anak-anaknya dengan kelalaian dalam pengasuhan dan kesenangan dalam bermain  semata.

Dan usai membaca buku ini, jadi rancu dengan dongeng yang hanya imajiner saja. Bagiku bikin terpuruk andai kenyataan tidak sesuai keinginan. Realitas dalam dongeng juga perlu untuk mengajari bagaimana menyikapi keadaan yang tidak dikehendaki.

Mungkin, dongeng   berikut bisa dijadikan contoh yakni seorang anak yang menginginkan menonton film 'Ketika Mas Gagah Pergi' di hari pertama KMGP The Movie itu tayang serentak di bioskop seluruh Indonesia gagal karena lebih konsen me-review buku ini
0_o
***



Tidak ada komentar:

Posting Komentar